Penerimaan



Ya Allah, jika memang ia adalah jodohku, maka dekatkanlah hatiku kepadanya. Buatlah aku indah memandangnya, dan ridhoilah serta permudahkan urusan kami. Namun, jika ia bukan jodohku, maka jauhkanlah ia sejauh-jauhnya.. Jauhkanlah hatinya dariku, dan hatiku darinya. Serta buatlah kami Ridho akan keputusanmu

Suatu hari, dimalam yang begitu panjang, seorang lelaki menagih janji kepada wanita yang biasa menulis di blog pribadinya. "Kamu belum menulis permintaanku. Tentang perasaanmu kepadaku". Tanyanya dengan sedikit bercanda. 

Dan wanita itu adalah aku. 

Aku bingung, aku ingin menulis, namun aku belum mampu melukiskan dengan jelas apa yang aku rasa.  Tentang rasaku kepadanya. Benar, saat itu aku telah memutuskan untuk menerima dia, mengizinkannya menemui orang tuaku.  Walaupun di lain sisi, hati ku kadang terombang-ambing. Kadang mau, kadang enggak.  Oh Tuhan!!  Kenapa ini?  Apa yang aku rasakan?  Apakah hatiku belum mantap untuk dia? 

Lalu di suatu hari yang lain, dalam hati yang gamang, aku bicara dengan temanku. Meminta pendapatnya. Dia seorang lelaki, dan insyallah mengerti agama. Disanalah ia mengajarkanku tentang do'a di atas.  Serta memintaku untuk terus istiqarah sampai hatiku mantap untuk menerima dia. 

Lalu tak lama setelah itu, dia ke rumahku. Menemui orang tuaku, saat itu aku sudah memutuskan untuk taat terhadap apa saja yang menjadi keputusan orang tuaku, jika mereka mengizinkan, maka akan berlanjut. Namun jika tidak, maka mungkin memang benar dia bukan jodohku. 

Disaat hatiku yang belum sepenuhnya Cinta, aku tau bahwa perasaan cinta bisa ditumbuhkan asal mau membuka hati dan menerima segala kekurangan.  Dan aku sangat yakin, aku bisa.  Apalagi aku wanita yang mudah sekali luluh hatinya jika bertemu dengan orang-orang yang tulus.  Allah lah yang akan menumbuhkan rasa Cinta itu. Seperti dalam sebuah sya'ir lagu yang ku sukai dan itu pula menjadi do'aku.  "Tuhanku, berikan ku Cinta. Yang kau titipkan, bukan Cinta yang telah ku tanam". 

Barangkali,  Allah akan segera menitipkan rasa cinta itu seiring dengan berjalannya waktu. Seiring dengan kebersamaan jika kelak menyatu. 

Sore itu, dia telah sampai ke rumah setelah melewati jalan yang panjang dan pasti sangat melelahkan. Menemui orang tuaku, berusaha meyakini mereka. 

Aku sungguh sebelumnya telah mengetahui apa keputusan Ayah.  Apa yang akan ia sampaikan. Syarat yang beliau ajukan (Bukan syarat materi). Namun saat Ayah menyampaikan itu ke dia, ntah kenapa menyusup rasa sedih di hati.  Sepertinya sangat berat lelaki ini terima. Walau sesungguhnya juga aku tau bagaimana kondisi lelaki yang menghadap ayah ku ini. Tuhan, apakah ada titik terang untuk ini?  Yapp!  Jarak menjadi masalah bagi kami. Aku galau! 

Malam itu, dia menginap di rumah sepupu.  Karena tidak mungkin langsung balik ke daerahnya, pun tak mungkin nginap di rumah kami yang ada aku. Aku tertunduk. Berfikir dan merenung. Ahh.. Baik sekali lelaki ini, begitu jauh perjalanannya menemui orang tuaku. Dan saat itu, hati yang awalnya sedikit ragu dan gamang, ntah kenapa sekarang berubah menjadi begitu yakin dengan lelaki ini. Mungkinkah Allah telah menjawab do'aku?  Apakah selamanya keyakinan ini?  Oh tidakk.. Aku belum selesai, bukankah aku telah berjanji pada diri sendiri bahwa akan aku serahkan seluruhnya hatiku saat tangannya menjabat tangan ayahku.  Saat aku seutuhnya menjadi milik dia.  Namun, tidak bisa kupungkiri, aku mulai merasa takut kehilangan lelaki ini. 

Orang tua, selalu tau apa yang anaknya rasakan walau tak terucap. Sepertinya Ayah dan Ibu tau aku sedih dengan keputusan mereka berdua. Ternyata malam itu, aku belum bisa tidur.  Begitupun Ibu. Kita sama-sama berfikir bagaimana jalan terbaik. Saat Ibu mendekatiku, Aku menarik tangannya. Mengajaknya bicara.  "Ibu tau apa yang kamu rasakan, Ibu nggak mau anak Ibu kecewa atau beriba hati.  Besok Ibu coba bicarakan ke Ayahmu".

Ohh.. Ntah kenapa hatiku begitu gembira. Mungkinkah ini petunjuk dari Allah? 

Esoknya, ternyata tetap.  Tetap dengan syarat. Walaupun syarat telah sedikit dilonggarkan. Aku mencoba bernego ke Ibu. Namun Ibu bilang, "Di samping tradisi, Ibu dan Ayah hanya takut terjadi yang buruk di kemudian hari sama kamu, Nak.. Nanti kalau ada apa-apa, kami jauh mau menjenguk kamu. Atau mengurusmu.  Iya kalau suami kamu selamanya baik, kalau nanti ia berubah gimana?  Sekarang itu memang hanya nampak manisnya semua. Nanti setelah berumah tangga baru nampak semuanya. Jadi mending omong pahit-pahitnya di awal saja. Saran Ibu, coba kamu bilang ke dia, ikuti aja dulu syarat dari Ayah. Nanti kan setelah 1/2 tahun berumah tangga, kamu kan tau bagaimana suamimu, nyaman atau enggaknya kamu sama dia di daerahnya.  Ya kalau kamu nyaman, Ayah dan Ibu juga nggak bisa apa-apa.  Kamu disana selama tugas suami mu selesai juga nggak apa-apa. Nanti juga Ayah pasti mengerti dengan keadaan kalian. Dan selama beberapa lama itu,  barangkali nanti ada jalan lain untuk mengikuti syarat dari Ayah". Itu adalah pesan ibu dari beberapa kali obrolan kami. 

Dan sekarang, lelaki itu pulang ke rumahnya seorang diri.  Perjalanan yang begitu jauh. Capek badan dan fikiran seperti yang ia bilang.  Dia pasti memikirkan tentang hari kemaren, malam itu, dan pagi tadi bersama Ayahku. Tuhan, fikirankupun tak bisa lepas dari dia, mengkhawatirkan dia, semoga dia baik-baik saja, selamat sampai rumah dan tidak sakit karena perjalanan jauh ini. Sehingga nanti ia bisa berfikir jernih.  Memikirkan keputusan terbaik bersama kedua orang tuanya selama kurang dari tempo yang Ayah berikan. 

Dan barusan,  Ibu bertanya"Jika keputusan dia bersama orang tuanya adalah mundur, gimana Nak?  Apakah kamu kecewa?" 
Aku diam sejenak, lalu menjawab "Yang pasti hatiku akan merasa Iba, Bu.  Kecewa mungkin iya, tapi nggak akan lama. Aku juga akan memikirkan rencana lain jika yang ini gagal". Diam-diam, air mataku jatuh. Benarkah aku akan baik-baik saja?  Ntahlah.. 

Allah, jika ia jodohku, jika dia yang terbaik untukku, mudahkanlah. Berikanlah ia keputusan terbaik untuk ini. Karena saat ini, keputusan ada di dia.  Lelaki itu. Kutitipkan hatiku dan hatinya padaMu. Karena Engkau Sang Maha Pembolak-balik hati. 

Tidak ada komentar

Terimakasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan komentar yang baik-baik ya teman-teman. :-)

I'm Part Of:

I'm Part Of: