Bukan Puasa Balas Dendam

Sore itu sudah menunjukkan pukul 16.00 wib. Usai melaksanakan sholat asar, Nadin, Teci, Lisa dan Anes mulai sibuk di dapur menyiapkan menu untuk berbuka puasa. Mereka berteman dan mulai akrab sejak mereka sama-sama ngekos di sebuah kontrakan bedengan. Meski mereka beda kamar, namun mereka benar-benar menciptakan kebersamaan di antara mereka. Setiap minggunya mereka pasti menjadwalkan masak bersama. Apalagi di bulam Ramadhan ini, mereka memilih untuk memasak menu buka dan sahur secara bersama di dapur umum yang sudah disediakan di kontrakan mereka.

Nadin sibuk membuat sirup. Mulai dari memecah es batu, menyeduhkan biji selasih, memarut ketimun, dan mencampur nya menjadi satu. Tak kalah sibuk juga dengan Lisa yang mengaduk-aduk sayuran beserta sambal. Kebetulan Lisa suka sekali masak. Jadi pasti ia yang mengambil bagian memasak masakan utama. Dan di bantu sama Teci yang badmood abis marahan sama si Anes gara-gara masalah sepele.

Dan setelah membantu Lisa mengiris-iris sayur, Teci juga mulai mengolah kolak cincau dicampur dengan kolang-kaling. Anes, ia mendapatkan bagian yang paling mudah. Yaitu menanak nasi. Setelah itu ia bebas bersantai main hp atau baca-baca buku di kamarnya. Nampak sekali wajahnya letih. Bahkan seharian ini kerja nya malah tidur-tidur doank.

Di tengah-tengah kesibukan di dapur, Anes memecah keheningan.

“Eh.. kawan-kawan, setelah ini kita ke pasar kaget, yoookk?” ajaknya

“Looohh.. mau ngapain? Mau beli makanan? Kan menu kita udah lengkap ni. Ini aja belum tentu habis.” Nadin menyahut.

“Yaaa, kita ngtabuburit sekaligus juga aku mau beli sate niii.. aku selera sate.”, jawab Anes memelas.

“Eh Anes.. kamu itu lapar beneran apa lapar mata sich?? Kamu coba dech masakan aku ini, dijamin kamu ketagihan.”  Jawab Lisa ikut menimpali.

“Tau tuchhh.. dasar nggak bersyukur”, jawab Teci dengan sewot.

“Ehh.. kamu nggak usah banyak omong dech Ci, bilang aja kamu nggak punya duit, kannn”, Anes mulai memanas.

“Enak aja!! kalau ngomong mulut tu dijaga. Lebih baik berhemat daripada Cuma mentingan perut!”, Teci nggak mau kalah.

“Heyy.. kalian koq malah berantem sich? Yasudah.. nanti aku nyang temani kamu Nes, tunggu makanan kita masak dulu yaa.”, Lisa menenangkan.

“Oya, Teci sama Nadin mau ikut nggak?”, Tanya Lisa kepada Nadin dan Teci.

“Aku mah ogah. Mending aku disini aja sambil nunggu magrib. Capek-capek kesana.” Jawab Teci.

“Aku mau ikut kalau kolak aku sudah masak tapi yaa.. kalau belum masak ya kalian aja. Nanti keburu maghrib”, jawab Nadin dengan santai.

Akhirnya tepat jam 17.30 mereka selesai masak. Masih ada waktu 30 menit lebih untuk mereka ke pasar membeli makanan kemauanya Anes.

Suara pasar rame banget. Berbagai jenis makanan disajikan disini. Mulai dari berbagai jenis minuman, takjil gorengan, manisan, hingga ke sayur-sayuran.

Mereka melihat beragama menu yang sangat menggoda. Masyarakat tumpah ruah disini berburu makanan. Ntahlah. Mungkin mereka ingin menghabiskan makanan ini semua barangkali yaa..?  semua kalangan ada disini. Mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, yang pekerja kantoran dengan pakaian rapi, hingga ke pakaian santai dengan bahan kaos juga ikut belanja disini. Remaja, dewasa, dan anak-anak juga ada. Hanya saja aku belum melihat kakek-kakek dan nenek-nenek disini. Barangkali mereka tidak ingin merasakan desakan para pengunjung yang padat.

“Aku mau beli goreng pisang dulu Ya, Lisa. Tunggu aku”, kata Anes sambil berlalu ke tempat gorengan.

“Kamu mau beli apa Nad?,” Tanya Lisa ke Nadin.

“Nggak lahh.. kan tadi makanan kita juga udah ada kita masak. Nggak selera lagi. Lagian juga ini Cuma nampaknya aja yang enak. Pasti nggak bakal habis ni kalau di beli. Cuma lapar mata doank,” jawab Nadin menolak.

“Ohh.. yasudah. Aku mau beli kurma aja 1 kilo. Bantu aku cari, yokkk..”, Lisa mengajak Nadin menemaninya mencari kurma hingga ketemu.

Dan setelah mereka membeli kurma, mereka akhirnya beranjak mau pulang mengingat waktu maghrib sudah mau tiba. Mereka hanya berjalan kaki saja karena jarak pasar kaget tidak jauh dari kostan mereka. Ketika mau pulang, Lisa dan Nadin mencari-cari Anes yang tenggelam di antara kerumunan orang-orang.

Setelah sama-sama mencari akhirnya ketemu juga.

“Ya ampun Anessss… kamu beli apa aja?”, Nadin terkejut melihat Anes yang sudah bawa 3 plastik makanan di kiri kanan tanganya.

“Hehee.. sudah ahh.. yok pulang”, jawab Anes santai dan mengabaikan pertanyaan Nadin.

“Iya. Yok pulang. Nanti keburu Maghrib. Biar Anes aja ngabisin makanan tu. Kita nggak usah bantuin. Sampe dia nggak bisa bangun lagi,” Jawab Lisa sambil tertawa kecil.

Akhirnya mereka pulang ke rumah. Setelah sampai, tak lama kemudian adzan maghrib berkumandang.

“Alhamdulllah…”. Mereka berucap serempak lalu makan makanan yang sudah di hidangkan oleh Teci yang tadi nggak ikutan ke pasar.

Lisa menghabiskan kolaknya dengan lahap. Setelah itu ia melaksanakan sholat Maghrib terlebih dahulu. Kebiasaan Lisa kalau lagi berbuka puasa yaitu makan takjil dan minum air hangat dahulu, lalu kemudian sholat maghrib dan baru makan nasi. Sementara Nadin, Anes dan Teci masih makan nasi sebelum melaksanakan sholat. Selesai makan nasi, Nadin dan Teci beranjak sholat. Ketika Lisa selesai sholat, ia kembali lagi ke dapur.

“Astaghfirullah Anesss.. belum selesai juga makanya? Sudah sholat dulu sana. Nanti abis maghrib lo. Maghrib ni cepat waktu berlalunya.”, Lisa mulai ceramah dengan gaya ustadzahnya.

“Iya, Lisa.. aku kekenyangan. Perut aku begah. Susah bangun nii”, Jawab Anes

“Aku bilang juga apa, kannnn?? Kamu sich, beli makanan sebanyak ini. Nggak mikir lagi tu perut. Kan kasian. Ingat Lisa. Puasa kita bukan puasa balas dendam. Tau apa itu puasa balas dendam? Ya kayak kamu iniii.. setelah seharian puasa menahan lapar dan haus. Tapi pas berbuka nya semua makanan kamu hantam. Anes sayang, Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus saja. Tapi juga menahan hawa nafsu. Nafsu kita itu buanyaaakkk banget. Salah satunya nafsu untuk membeli makanan/barang yang tidak penting” Ceramah Lisa dengan panjang lebar.

“Trus gimna donkk?, kasian makanan yang udah aku beli ini. Masih banyak juga. Tadi kamu suruh aku habisin”, jawab Anes dengan menyesal.

“Yasudah.. nggak usah dipaksakan untuk ngabisisn. Aku tadi cuma bercanda koq. Kamu sholat aja dulu. Setelah itu kita sholat taraweh. Ingat yaaa.. jangan malas-malasan. Nggak ada cerita puasa buat malas-malasan. Lain kali beli dan makan seperlunya saja. Lebih baik lagi kalau kamu beli makanan lalu kamu kasih ke anak jalanan. Lebih bermamfaat. Jangan jadikan puasa kita sebagai ajang balas dendam yaa..”

“Iya.. iyaa bu ustadzah. Trus makanan ini gimana? Masa mau di buang?”, jawabnya sambil nunjuk makanan.

“Yaa nggak di buang lahh.. kita bungkus. Nanti sambil kita berangkat taraweh kita bawa makananya”.

“Mau di bawa kemana?”

“Ke tong sampah”, jawab Lisa asal sambil tertawa.

“Nanti kita sholat di Masjid Al Ardi saja yaa.. sekalian lewat kita kasih ke Dek Alifa. Dia ada 3 beradik. Mereka pasti senang.”

“Alifa itu siapa?”, Tanya Anes penasaran.

“Itu loo.. yang bulan lalu ayahnya meninggal. Yang kemaren waktu kita lewat sana ada bendera kuning trus kamu nanya siapa yang meninggal. Dan ternyata itu ayahnya Alifa. Gadis kecil peloper Koran di simpang 5 itu. Kasian sekali keluarga mereka.

“Ya Allah.. aku menyesal Lis, ternyata di luaran sana banyak yang menderita. Banyak yang lebih membutuhkan makanan. Sementara aku malah boros-boronan ngabisin uang ngikuti nafsu.”, jawab anes menitikkan air mata.

Lisa juga matanya mulai berkaca-kaca. Terbayang Ibu nya yang di dusun beserta adiknya yang sekarang ntah berbuka dengan menu apa. Sejak Ayahnya meninggal 5 tahun lalu, Ibu menjadi tulang punggung keluarga bagi Lisa dan Adiknya.

Tak lama kemudian Teci dan Nadin tiba. Lalu Anes beranjak sholat Maghrib dan mereka membereskan piring-piring kotor dan sisa-sisa makanan mereka.


Tidak ada komentar

Terimakasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan komentar yang baik-baik ya teman-teman. :-)

I'm Part Of:

I'm Part Of: